March 15, 2014

[Book Review] Holland - One Fine Day in Leiden [STPC]



HOLLAND – ONE FINE DAY IN LEIDEN



Penulis                 : Feba Sukmana
Penerbit               : Bukune
Terbit                   : November 2013
Jumlah Hal          : 292
Genre                   : Travel Literature, Romance,
Harga                   : Rp. 54.000,-


Sejak menjejakkan kaki di Bandara Schipol, Belanda, dan udara dingin menyambutnya, Kara tak lagi merasa asing. Mungkin, karena ia pun telah lama lupa dengan hangat.

Belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia harap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi dalam kotak tua yang teronggok di sudut kamarnya. Kini, Kara tahu: Ibu yang pergi, Kara yang mencari.
Tak ada waktu untuk cinta.

Namun, kala senja membingkai Leiden dengan jingga yang memerah, Kara masih ingat bisik manis laki-laki bermata pirus itu, “Ik vind je leuk”---aku suka kamu. Juga kecup hangatnya. Rasa takut mengepung Kara, takut jatuh cinta kepada seseorang yang akhirnya akan pergi begitu saja. Dan, meninggalkan perih yang tak tersembuhkan waktu. Seperti Ibu.

Aku tidak berada di sini untuk jatuh cinta,
Ulangnya dalam hati, mengingatkan diri sendiri.

Di sudut-sudut Leiden, Den Haag, Rotterdam, dan Amsterdam yang menyuguhkan banyak cerita, Kara mempertanyakan masa lalu, harapan, masa depan, juga cinta. Ke manakah ia melangkah, sementara rintik hujan merinai di kanal-kanal dan menghujam di jantung kota-kota Negeri Kincir Angin yang memesona?

Alles komt goed---Semua akan baik-baik saja, Kara,
Feba Sukmana


***

Holland – One Fine Day in Leiden menceritakan tentang Kara Sastrowidjojo, gadis yang berasal dari Indonesia yang berkuliah di Universitas Leiden, Belanda. Leiden yang terkenal oleh studentenstad -kota pelajar- memiliki pemandangan kota kecil yang indah. Kara memutuskan untuk kuliah di luar bukan semata untuk mencari ilmu, tapi mencari penghuni untuk hatinya yang kosong, atau bahkan lari dari masa lalu yang menggoreskan luka di hatinya.

Kara, gadis yang tumbuh besar berkembang dirawat oleh Yangkung dan Yangti di Yogyakarta. Ia, tidak tahu siapa ibunya, siapa ayahnya, dimana orangtuanya. Ia tidak tahu, dan tak seorang pun berniat memberi tahu. Ia justru menerima semprotan dahsyat dari Yangti-nya karena sering sekali bertanya siapa ibunya. Ia iri, dengan teman-temannya yang berangkat-pulang sekolah ditemani ibu, makan disuapi ibu, sedangkan dirinya hanya dan selalu dengan Yangti-nya.

Semakin besar Kara, maka semakin besar pula keingin-tahuannya akan ibunya. Hal itu juga membuat Yangti-nya membuat makin keras terhadap Kara. Kara lelah, ia tidak mengerti mengapa Yangti-nya bersikap seperti itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk studi di luar negeri, jauh dari Yangkung dan Yangti, melupakan pahitnya kehidupannya tanpa seorang ibu.

Di Leiden, ia bertemu pangeran hujan bermata pirus, Rein, yang membuat Kara tertarik. Laki-laki yang senang travelling, jago menggambar, berambut pirang kecoklatan—dengan mata pirusnya, open, dan misterius ini membuat Kara jatuh hati. Tapi ia menepis perasaan itu, ia tidak di sini untuk jatuh cinta.

Novel ini mengandung unsur melankolis, yaitu Kara yang mencari Ibunya. Tapi saya suka cara Kak Feba mengajak para pembaca untuk ‘berwisata’ mengelilingi Leiden, kota kecil yang indah di Belanda. Berwisata ke De Burcht van Leiden, Molendag, merayakan Leiden Ontzet, Barrera, studentenappartement, Plexus, Kubuswoning, Zweetkamartje, dan lain-lain.

Rate dari saya 3/5
Selamat membaca!

Prau 2565 1/2

Hallo. Selamat pagi menjelang siang. Ditulis dalam keadaan isolasi mandiri, terhitung sudah hari ke-enam dan sudah bingung mau apa. Sesung...