HOLLAND – ONE FINE DAY IN LEIDEN
Penulis : Feba Sukmana
Penerbit : Bukune
Terbit :
November 2013
Jumlah Hal : 292
Genre :
Travel Literature, Romance,
Harga :
Rp. 54.000,-
Sejak
menjejakkan kaki di Bandara Schipol, Belanda, dan udara dingin menyambutnya,
Kara tak lagi merasa asing. Mungkin, karena ia pun telah lama lupa dengan hangat.
Belasan
ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia harap bisa bersembunyi. Dari masa
lalu, luka, dan cinta. Nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi dalam kotak
tua yang teronggok di sudut kamarnya. Kini, Kara tahu: Ibu yang pergi, Kara
yang mencari.
Tak
ada waktu untuk cinta.
Namun,
kala senja membingkai Leiden dengan jingga yang memerah, Kara masih ingat bisik
manis laki-laki bermata pirus itu, “Ik vind je leuk”---aku suka kamu. Juga kecup
hangatnya. Rasa takut mengepung Kara, takut jatuh cinta kepada seseorang yang
akhirnya akan pergi begitu saja. Dan, meninggalkan perih yang tak tersembuhkan
waktu. Seperti Ibu.
Aku tidak berada di sini untuk jatuh
cinta,
Ulangnya
dalam hati, mengingatkan diri sendiri.
Di
sudut-sudut Leiden, Den Haag, Rotterdam, dan Amsterdam yang menyuguhkan banyak
cerita, Kara mempertanyakan masa lalu, harapan, masa depan, juga cinta. Ke manakah
ia melangkah, sementara rintik hujan merinai di kanal-kanal dan menghujam di
jantung kota-kota Negeri Kincir Angin yang memesona?
Alles komt goed---Semua akan baik-baik
saja, Kara,
Feba
Sukmana
***
Holland – One Fine
Day in Leiden menceritakan tentang Kara Sastrowidjojo, gadis yang berasal dari
Indonesia yang berkuliah di Universitas Leiden, Belanda. Leiden yang terkenal
oleh studentenstad -kota pelajar- memiliki pemandangan kota kecil yang
indah. Kara memutuskan untuk kuliah di luar bukan semata untuk mencari ilmu,
tapi mencari penghuni untuk hatinya yang kosong, atau bahkan lari dari masa
lalu yang menggoreskan luka di hatinya.
Kara, gadis yang
tumbuh besar berkembang dirawat oleh Yangkung dan Yangti di Yogyakarta. Ia,
tidak tahu siapa ibunya, siapa ayahnya, dimana orangtuanya. Ia tidak tahu, dan
tak seorang pun berniat memberi tahu. Ia justru menerima semprotan
dahsyat dari Yangti-nya karena sering sekali bertanya siapa ibunya. Ia iri,
dengan teman-temannya yang berangkat-pulang sekolah ditemani ibu, makan
disuapi ibu, sedangkan dirinya hanya dan selalu dengan Yangti-nya.
Semakin besar
Kara, maka semakin besar pula keingin-tahuannya akan ibunya. Hal itu juga
membuat Yangti-nya membuat makin keras terhadap Kara. Kara lelah, ia tidak
mengerti mengapa Yangti-nya bersikap seperti itu. Akhirnya, ia memutuskan
untuk studi di luar negeri, jauh dari Yangkung dan Yangti, melupakan pahitnya
kehidupannya tanpa seorang ibu.
Di Leiden, ia bertemu
pangeran hujan bermata pirus, Rein, yang membuat Kara tertarik. Laki-laki yang
senang travelling, jago menggambar, berambut pirang kecoklatan—dengan mata
pirusnya, open, dan misterius ini membuat Kara jatuh hati. Tapi ia menepis
perasaan itu, ia tidak di sini untuk
jatuh cinta.
Novel ini
mengandung unsur melankolis, yaitu Kara yang mencari Ibunya. Tapi saya suka
cara Kak Feba mengajak para pembaca untuk ‘berwisata’ mengelilingi Leiden, kota
kecil yang indah di Belanda. Berwisata ke De Burcht van Leiden, Molendag,
merayakan Leiden Ontzet, Barrera, studentenappartement, Plexus, Kubuswoning,
Zweetkamartje, dan lain-lain.
Rate dari saya 3/5
Selamat membaca!