“Doyan soto sapi nggak, lu?”
“Doyan,”
Kembali keluar dari zona aman, selama
ini baru pernah makan soto ayam dan soto mie Bogor. Yah, apa salahnya mencoba. Kasian
juga kalau ditolak, nanti kita mikir keras lagi mau makan apa dan dimana.
Lelah menjadi Dora dan Boots di
Tamansari, kami bergerak untuk makan siang di Soto Sapi Cak Sodiqk. Ada
di jalan Veteran, di sebrang XT Square. Harus pasang mata banget, karena
deretan warung makan itu memang kalau nggak soto sapi ya soto ayam. Soto Sapi
Cak Man, oke siap yang kami cari Cak Sodik. Pokoknya cari aja yang paling
ramai.
Pelayanannya cepat, kursi untuk makan
juga banyak, harga murah dan sudah terpampang. Karena lebaran atau liburan
gini, kadang ada aja yang suka naik-naikin harga. Jadi saran saya, kalau mau
jajan coba lihat ada daftar harganya atau nggak, atau ya tanya dulu aja sebelum
pesan.
Porsinya pas, nggak terlalu banyak
ataupun sedikit. Jujur, saya capek banget ngunyahnya. Dagingnya tebel banget
dong, Sob. Untuk tempatnya sendiri, luas karena meja dan kursinya banyak,
dibagi jadi dua los gitu. Parkirannya juga adem dan aman. Hm, nggak akan krik
karena ada mas-mas yang nemenin nyanyi.
Tujuan berikutnya, distro (apapun).
Kami sempat mampir di distro jalan Mataram. Kebetulan saya bukan anak distro
jadi saya manut aja dia mau kemana. Karena masih banyak toko yang tutup dan
saat itu Sabtu menjelang sore, kami putar haluan ke Tempo Gelato.
It
was our first time.
Norak, karena nggak lihat ada motor parkir di depan. Baru tahu ternyata
parkiran motornya adanya di belakang.
“Dew nanti duduk di luar aja,” iya ada outdoornya, dan kursi yang dia maksud
itu lagi diserang sinar matahari sebanyak-banyaknya.
Tidak ada Jogja yang tidak sepi di
liburan seperti ini, dah pernah bilang kan aku kan. Iya sih saya tahu emang
lagi panas banget Jogja, iya, tapi, oh ya udah lah. Akhirnya kami parkir motor
doang di Tempo.
Jadi gini,
“Antrinya agak panjang, Mba. Tidak
apa-apa?” Karena sistemnya bayar dulu, gitu.
“Kalau saya ambil, saya nomor berapa
Mba?”
“Nomor 18B. Sekarang nomor 07A, A-nya
dihabiskan dulu sampai 40, baru masuk nomor B.”
Oh mantap.
Kemudian kami tertawa-tawa sampai
parkiran.
Saya usulin untuk ke Roemi Xtraordinary
Ice Cream, intinya es krim. Tapi baru inget dong kalau tadi Kotabaru udah parah
banget macetnya. Akhirnya kami jalan aja terus, nyasar terus juga (semakin
lelah navigatornya, mohon maaf padahal tugasnya hanya duduk dan baca), kami
memutuskan untuk mampir Indomaret.
“Udah Indomaret aja, beli Magnum” (saya
izin ketawa dulu)
Selanjutnya, random. Berkali-kali kami melewati jalan yang udah-udah, nembus
perkampungan dan ujung-ujungnya, “Eh ini kita mau kemana sih?”
Kedai Kopi Mataram, pencapaian
terakhir. Ada di jalan Mataram, kami belok karena ‘ya udah daripada capek
doang’ yang tidak terucapkan. Waktu kami datang, cuma ada dua orang pengujung. Cozy, agak luas, adem sih meski depannya
lalu-lalang jalan Mataram yang astagfirullah itu kalau udah sore, tempatnya instagramable (yaa bukan yang ramai gitu
sih, tapi oke aja buat jadi tempat foto).
Saya pesan ice Americano dan French fries
dan teman saya pesan cappuccino, yang
kayaknya dibuatin latte artnya skull gitu. Enak dan harganya standar café jaman sekarang sih. French friesnya
enak, asli deh.
Kami berpisah, dengan saya yang pulang
lebih dulu, mungkin teman saya masih mau long
march dari Mataram sampai Ngasem. Alasannya sih, bakar lemak. Sepulangnya,
dia mengirimi saya foto Italian gelato dan
distro Malio Ave di tengah Malioboro.
Oke.
Emang begitu ya, dicari jauh-jauh sampe
nyasar dan pegel, taunya yang deket malah ada.
“I am learning to trust the journey,
even when I do not understand it.” – Mila Bron.
No comments:
Post a Comment