June 12, 2019

Get Lost in Jogja #2


“Doyan soto sapi nggak, lu?”
“Doyan,”
Kembali keluar dari zona aman, selama ini baru pernah makan soto ayam dan soto mie Bogor. Yah, apa salahnya mencoba. Kasian juga kalau ditolak, nanti kita mikir keras lagi mau makan apa dan dimana.

Lelah menjadi Dora dan Boots di Tamansari, kami bergerak untuk makan siang di Soto Sapi Cak Sodiqk. Ada di jalan Veteran, di sebrang XT Square. Harus pasang mata banget, karena deretan warung makan itu memang kalau nggak soto sapi ya soto ayam. Soto Sapi Cak Man, oke siap yang kami cari Cak Sodik. Pokoknya cari aja yang paling ramai.

Pelayanannya cepat, kursi untuk makan juga banyak, harga murah dan sudah terpampang. Karena lebaran atau liburan gini, kadang ada aja yang suka naik-naikin harga. Jadi saran saya, kalau mau jajan coba lihat ada daftar harganya atau nggak, atau ya tanya dulu aja sebelum pesan.

Porsinya pas, nggak terlalu banyak ataupun sedikit. Jujur, saya capek banget ngunyahnya. Dagingnya tebel banget dong, Sob. Untuk tempatnya sendiri, luas karena meja dan kursinya banyak, dibagi jadi dua los gitu. Parkirannya juga adem dan aman. Hm, nggak akan krik karena ada mas-mas yang nemenin nyanyi.

Tujuan berikutnya, distro (apapun). Kami sempat mampir di distro jalan Mataram. Kebetulan saya bukan anak distro jadi saya manut aja dia mau kemana. Karena masih banyak toko yang tutup dan saat itu Sabtu menjelang sore, kami putar haluan ke Tempo Gelato.

It was our first time. Norak, karena nggak lihat ada motor parkir di depan. Baru tahu ternyata parkiran motornya adanya di belakang.

“Dew nanti duduk di luar aja,” iya ada outdoornya, dan kursi yang dia maksud itu lagi diserang sinar matahari sebanyak-banyaknya.

Tidak ada Jogja yang tidak sepi di liburan seperti ini, dah pernah bilang kan aku kan. Iya sih saya tahu emang lagi panas banget Jogja, iya, tapi, oh ya udah lah. Akhirnya kami parkir motor doang di Tempo.

Jadi gini,
“Antrinya agak panjang, Mba. Tidak apa-apa?” Karena sistemnya bayar dulu, gitu.
“Kalau saya ambil, saya nomor berapa Mba?”
“Nomor 18B. Sekarang nomor 07A, A-nya dihabiskan dulu sampai 40, baru masuk nomor B.”
Oh mantap.
Kemudian kami tertawa-tawa sampai parkiran.

Saya usulin untuk ke Roemi Xtraordinary Ice Cream, intinya es krim. Tapi baru inget dong kalau tadi Kotabaru udah parah banget macetnya. Akhirnya kami jalan aja terus, nyasar terus juga (semakin lelah navigatornya, mohon maaf padahal tugasnya hanya duduk dan baca), kami memutuskan untuk mampir Indomaret.

“Udah Indomaret aja, beli Magnum” (saya izin ketawa dulu)

Selanjutnya, random. Berkali-kali kami melewati jalan yang udah-udah, nembus perkampungan dan ujung-ujungnya, “Eh ini kita mau kemana sih?”

Kedai Kopi Mataram, pencapaian terakhir. Ada di jalan Mataram, kami belok karena ‘ya udah daripada capek doang’ yang tidak terucapkan. Waktu kami datang, cuma ada dua orang pengujung. Cozy, agak luas, adem sih meski depannya lalu-lalang jalan Mataram yang astagfirullah itu kalau udah sore, tempatnya instagramable (yaa bukan yang ramai gitu sih, tapi oke aja buat jadi tempat foto).

Saya pesan ice Americano dan French fries dan teman saya pesan cappuccino, yang kayaknya dibuatin latte artnya skull gitu. Enak dan harganya standar café jaman sekarang sih. French friesnya enak, asli deh.

Kami berpisah, dengan saya yang pulang lebih dulu, mungkin teman saya masih mau long march dari Mataram sampai Ngasem. Alasannya sih, bakar lemak. Sepulangnya, dia mengirimi saya foto Italian gelato dan distro Malio Ave di tengah Malioboro.
Oke.
Emang begitu ya, dicari jauh-jauh sampe nyasar dan pegel, taunya yang deket malah ada.

“I am learning to trust the journey, even when I do not understand it.” – Mila Bron.

No comments:

Post a Comment

Prau 2565 1/2

Hallo. Selamat pagi menjelang siang. Ditulis dalam keadaan isolasi mandiri, terhitung sudah hari ke-enam dan sudah bingung mau apa. Sesung...